Penulis adalah lulusan dari sekolah teologi yang memiliki kerinduan untuk menulis dan berbagi.

Friday, 16 September 2016

UNSUR IBADAH JEMAAT



Ibadah Jemaat
               Ibadah dapat kita pahami sebagai salah satu sarana yang dapat kita gunakan untuk membangun suatu persekutuan dengan Tuhan. Hal ini mungkin juga telah lama kita kenal sebelumnya. Umat Kristiani biasanya melakukan ritual peribadahannya pada hari Minggu, walaupun banyak agama-agama lain yang melakukan peribadahan pada hari-hari tertentu lainnya.
               Pada sajian kita kali ini, kita akan membahas mengenai bagaimanakah ibadah jemaat itu sendiri. Semoga sajian ini dapat lebih menambah wawasan kita untuk kedepannya.

Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, menjelaskan makna ibadah adalah suatu perbuatan (amal) untuk menyatakan bukti kepada Allahyang dilandasi  ketaatan, mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Sedangkan jemaat merupakan kumpulan orang-orang yang beribadah.[1]
Dalam kitab PB kata “jemaat” digunakan untuk menjadi padanan kaata yunani “ekklesia”, yaitu istilah biasa yang dipakai bagi pertemuaan orang Kristen, yang menyatakan hubungan mereka saatu dengan yang lain karena komitmen bersama merekaa terhadap Kristus.[2] di dalam PL ibadah dilakukan dengan suatu sikap hormat kepada Allah (Kel. 20:1-6) yang dinyatakan dalamgerak isyarat dan perkataan tepat, pantas, tetapi jug dituntut oleh para nabi dalam sikap perbuatan  dan hidup.[3]
Jadi, dapat dikatakan bahwa ibadah dilakukan oleh jemaat kepada Allah, sehingga kita dapat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ibadah jemaat adalah suatu pertemuan antara Allah dengan jemaat. Dalam pertemuan itu berlangsung semacam “dialog”. Allah berfirman dan jemaat mendengar, Allah memberi dan jemaat menerima serta mengucap syukur, Allah mengampuni dan jemaat memuji nama-Nya.[4] Oleh karena itu dalam kaitan ini ada beberapa hal yang penting, yaitu:
1.      Ibadah jemaat merupakan suatu pertemuan yang terbuka. Ibadah jemaat bukanlah perkumpulan kultus. Ia umumnya diadakan pada Hari Minggu, hari kebangkitan Tuhan Yesus, tetapi ia tidak terpisah dari ibadah pada hari-hari kerja. Dalam Perjanjian Baru tidak terdapat suatu istilah yang jelas, terbatas tentang ibadah Kristen. Hal ini dikarenakan karena batas antara ibadah jemaat dan kehidupan setiap hari dalam ibadah jemaat pertama ialah cair. Begitu cair, sehingga yang satu tidak dapat kita bedakan dengan jelas daripada yang lain. Sehingga ibadah jemaat dalam Perjanjian Baru ialah ibadah yang komparatif merangkum seluruh hidup manusia sehingga nyatalah bahwa  ibadah jemaat ialah pertemuan yang terbuka, dan ibadah jemaat bukanlah perkumpulan kultus. Kita terlampau memberi banyak sugesti kepada diri sendiri, bahwa pertemuan “ibadah” jemaat  pada dasarnya adalah suatu puji-pujian kepada Allah, suatu worship dimana kita sekarang tidak mendapatkan bagian di dalam kidung pujian yang dalam Surat Yohanes dipersembahkan kepada Dia tetapi kita terlampau sedikit menginsafi bahwa ibadah itu merupakan suatu pelayanan bagi orang-orang yang akan mewarisi keselamatan. Sehingga ibadah dan pelayanan (di dalam diakonia dan marturia) tetap akan erat berhubungan dan inilah yang menyatakan bahwa ibadah jemaat itu adalah pertemuan yang terbuka.
2.       Seluruh jemaat harus turut mengambil bagian di dalam ibadah, bukan saja reseptif tetapi juga secara aktif. Disebutkan demikian karena anggota jemaat itu sendiri adalah tubuh Kristus. Konkritnya, hal itu berarti bahwa  ia harus mendapatkan kesempatan untuk turut mengambil bagian yang aktif di dalam ibadah.
3.      Bentuk-bentuk yang diperbaiki dalam ibadah jemaat haruslah relevan seperti yang kikta ketahui, bentuk-bentuk tata kebaktian yang dipakai dalam ibadah-ibadah jemaat pada waktu inin diambil alih, dengan atau tanpa perubahan, dari gereja-gereja di Barat, terutama di Nederland. Hal ini tidak ada salahnya, jika sekiranya bentuk-bentuk tata kebaktian yang kita ambil alih itu dalam situasi kita disini, dapat menjadi alat komunikasi yang baik bagi jemaat.[5]

2.2.  Unsur-unsur dalam Ibadah Jemaat
Untuk melakukan pertemuan antara jemaat dengan Allahnya, maka setiap jemaat akan berkumpul didalam suatu tempat yang  sering disebut gereja. Jemaat berkumpul untuk memelihara persekutuan dengan Tuhannya. Di dalam ibadah yang dilakukan jemaat, Tuhan datang dengan memberikan diri-Nya dan jemaat menjawab pemberian Tuhan.
Adapun yang menjadi unsur-unsur di dalam pelaksanaan ataupun penyelanggaraan di dalam ibadah jemaat menurut buku Jemaat Beribadah I karangan Liem Khiem Yang yaitu:[6]
1.      Persiapan
Persiapan sering kali dianggap hanya sebagai tugas dari pendeta dan majelis jemaat di ruang konsistori (ruang persikapan) sebelum ibadah dimulai, padahal tidaklah demikian, karena persiapan itu berlaku untuk seluruh jemaat. Persiapan ini dapat dilakukan dengan segera berdoa ketika masuk ke dalam gereja agar jemaat mempersiapkan dirinya untuk mengikuti ibadah tersebut, mengarahkan hati dan pikirannya kepada Tuhan.
2.      Votum, Salam, dan Introitus
Menurut Kuyper, votum itu bukan doa melainkan suatu keterangan hikmat. Maksud votum ialah untuk mengkonstatir hadirnya Tuhan Allah di tengah-tengah umat-Nya. Oleh karena itu votum harus di ucapkan pada permulaan kebaktian.[7] Votum diucapkan oleh pendeta dengan mengucapkan “Di dalam nama Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus” kemudian votum diaminkan oleh jemaat. Sesudah itu disampaikan salam menurut salam keristen seperti yang terdapat di dalam surat-surat Paulusdi Alkitab Perjanjian Baru. Salam yang terdapat di dalam Perjanjian Baru misalnya  seperti “Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita dan dari Tuhan Yesus Kristus (Rom 1:7)”. Sesudah votum dan salam banyak gereja memakai unsur ketiga yang disebut introitus. Introitus terdiri dari nyanyian masuk dengan atau tanpa nats pendahuluan.[8]
3.      Pengakuan Dosa dan Pemberitaan Anugerah
Pengakuan dosa dalam hal ini disebut juga confession, yaitu pengakuan atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Seringkali karena pengakuan dosa ini dilakukan setiap Minggu, maka mudah sekali dianggap menjadi sekedar kebiasaan saja. Tapi yang seharusnya adalah hendaklah kita melakukannya dengan segenap hati, maka jalan pengakuan dosa ini akan besar manfaatnya bagi kehidupan kita. Rumus yang digunakan untuk pengakuan dosa bermacam-macam bentuknya, ada yang dikutip langsung dari Alkitab (mis: Mzm. 25;51;130; Yes. 59;12-13;63-64; Rom. 7). Setelah pengakuan dosa ini diucapkan maka selanjutnya adalah pemberitaan anugerah sebagai suatu permohonan pengampunan. Dalam kebaktian reformatories, pengakuan dosa dan pemberitaan anugerah ini dilakukan didua tempat yakni sebelum khotbah atau sesudah khotbah.[9]
4.      Doa, Pembacaan Alkitab dan Khotbah (Pemberitaan Firman Allah)
Doa tentulah penting didalam ibadah. Melalui doa kita memohon kepada Tuhan agar memberikan Roh Kudusnya sebagai penerang yang menerangi isi firmanNya yang disampaikan melalui pembacaan Alkitab dan khotbah. Pembacaan Alkitab disini berarti membaca Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Yang dimaksud dengan khotbah ialah bukan saja firman yang diberitakan melainkan juga firman yang dibacakan. Firman Allah yang pengkotbah harus sampaikan kepada jemaat itu bukan hanya perkataan saja, tetapi juga perbuatan.
5.      Pengakuan Iman
Pengakuan iman mempunyai fungsi sebagai rangkuman injil dan juga sebagai jawab jemaat atas firman yang diberitakan.[10]
6.      Doa Syafaat
Yang dimaksud dengan doa syafaat yang sering juga disebutkan sebagai doa umum atau doa pastoral ialah doa yang diucapkan oleh jemaat untuk semua orang di dunia. Doa syafaat biasa diucapkan oleh pemimpin ibadah atau oleh salah seorang dari pelayan-pelayan jemaat. Tetapi diatur sedemikian rupa sehingga jemaat bisa berpartisipasi di dalamnya. Dengan jalan itu doa syafaat tetap berfungsi sebagai doa jemaat.[11]
7.      Pemberian Jemaat (Persembahan)
Yang dimaksud dengan pemberian jemaat atau persembahan jemaat ialah apa yang di dalam gereja-gereja di Indonesia disebut kolekte atau korban. Kolekte biasanya dikumpulkan satu kali dalam tiap-tiap kebaktian, tetapi ada juga yang mengumpulkannya dua atau tiga kali.[12]
8.      Nyanyian Jemaat
Nyanyian jemaat menduduki tempat yang penting di dalam suatu ibadah. Bernyanyi dengan suara yang bagus atau merdu bukanlah merupakan syarat mutlak. Tuhan Allah lebih suka mendengarkan suara nyanyian yang tidak merdu tetapi dinyanyikan dengan segenap hati daripada dinyanyikan dengan suara merdu tetapi tidak dari hati. Walaupun demikian, jemaat harus berusaha untuk bernyanyi sebaik mungkin.[13]
9.      Pengutusan dan Berkat
Bagian akhir dari ibadah jemaat disebut juga dengan pengutusan dan berkat. Tempat jemaat adalah di dunia ini sehingga ke dalam dunia inilah jemaat diutus kembali, setelah untuk beberapa waktu berkumpul bersama. Di dunia itulah jemaat harus berbuah setelah bersama-sama memelihara persekutuannya dengan Tuhan di dalam ibadah.[14] 
      J. L. Ch. Abineno, Jemaat, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987
      J. L. Ch. Gereja dan Ibadah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986
      J. L. Ch. Abineno, Sekitar Teologi Praktika I, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002
      Liem Khiem Yang, Jemaat Beribadah I, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999


            [1] W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 430
            [2] Martin B. Dainton, Gereja dan Bergereja, Apa dan Bagaimana?, (Jakarta: YKBK-OMF, 2002), hlm. 12
            [3] W. R. F. Browning, Kamus Alkitab: A Dictionary of Bible, (Jakarta: BPK Gunung  Mulia, 2007), hlm. 145
            [4] J. L. Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgika yang dipakai Gereja-gereja di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hlm. 3
            [5] J. L. Ch. Abineno, Jemaat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), hlm. 72-76
[6] Liem Khiem Yang, Jemaat Beribadah I, (Jakarta: BPK-GM, 1999), hlm. 6
[7]J. L. Ch, Abineno, Unsur-unsur Liturgika Yang Dipakai Gereja di Indonesia, hlm. 2
[8] J. L. Ch, Abineno, Unsur-unsur Liturgika Yang Dipakai Gereja di Indonesia, hlm. 9-10
[9] J. L. Ch, Abineno, Unsur-unsur Liturgika Yang Dipakai Gereja di Indonesia, hlm. 17-20
            [10] J. L. Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgika yang dipakai Gereja-gereja di Indonesia, hlm. 81
            [11] J. L. Ch. Gereja dan Ibadah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), hlm. 55
            [12] J. L. Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgika yang dipakai Gereja-gereja di Indonesia, hlm. 97
            [13] J. L. Ch. Abineno, Sekitar Teologi Praktika I, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), hlm. 109
            [14] Liem Khiem Yang, Jemaat Beribadah I, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), hlm. 16

No comments:

Post a Comment