Penulis adalah lulusan dari sekolah teologi yang memiliki kerinduan untuk menulis dan berbagi.

Friday, 16 September 2016

Kerajaan Allah dalam Injil Sinoptik

Kerajaan Allah Menurut Injil Sinoptik
Makna kerajaan Allah menunjuk kepada Allah yang berkuasa atau berotoritas. Kerajaan Allah tidak bersifat lokasi tetapi Allah itu melampaui batas-batas geografis. Sehingga orang Yahudi memiliki konsep teologi kerajaan Allah hanya di Yerusalem. Kerajaan Allah bukan hanya berkuasa disatu tempat, tetapi dimana-mana, yakni mencerminkan suasana.
Pemahaman kerajaan sorga oleh Matius disebabkan kecenderungan Yahudi tidak mau menyebut langsung nama Allah. Karena itu nubuat-nubuat tentang peristiwa penggenapan agung di masa depan, berkaitan dengan bukti nyata tentang kerajaan Allah yang sudah datang saat itu. Matius hanya menulis kalimat Kerjaan Allah hanya sebanyak lima kali sedangkan terminologi kerajaan sorga sebanyak 33 kali. Kerajaan Allah bersifat dimensi presentis futuris. Kerajaan Allah bersifat kekinian dan masa yang akan datang. Wujud kerajaan Allah menurut Matius adalah nyata dalam Yesus yang mana kerajaan Allah diidentikkan dengan kebenaran.
Menurut Markus  pemberitaan kerajaan Allah sangat sentral dan tegas, wujud kerajaan Allah dikaitkan dengan susasana, dan suasana itu dikaitkan dengan kemuliaan Allah. Sedangkan Lukas menggunakan kerajaan Allah dan kerajaan. Makna kerajaan Allah dalam Injil Lukas nyata dalam tindakan pembebasan. Juga bersifat presentis futuris.[1]
Yang menjadi refleksi bagi saya bahwa melalui penjelasan tersebut saya mendapat pengertian bahwa kerajaan sorga itu mengenai suasana, ternyata sorga itu terdapat di dunia ini, di antara kita dan juga sorga yang akan datang. Sorga yang dimaksud adalah ketika kita mengalami pembebasan dari belenggu, sukacita, dan lain-lain. 
Sebagai orang yang sudah dibebaskan dari maut, hendaklah kita menciptakan kerajaan sorga di tengah-tengah umat manusia, kiranya kita dapat menciptakan sukacita kepada saudara-saudara kita dengan cara membebaskan mereka dari kemiskinan, kemunduran mental, dari tekanan batin akibat stress oleh perkembangan kemajuan teknologi. 


[1] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid I, (Bandung: Yayasana Kalam Hidup, 2002), 42-52

No comments:

Post a Comment