Kerajaan Allah Menurut Injil
Sinoptik
Makna kerajaan
Allah menunjuk kepada Allah yang berkuasa atau berotoritas. Kerajaan Allah
tidak bersifat lokasi tetapi Allah itu melampaui batas-batas geografis.
Sehingga orang Yahudi memiliki konsep teologi kerajaan Allah hanya di
Yerusalem. Kerajaan Allah bukan hanya berkuasa disatu tempat, tetapi
dimana-mana, yakni mencerminkan suasana.
Pemahaman
kerajaan sorga oleh Matius disebabkan kecenderungan Yahudi tidak mau menyebut
langsung nama Allah. Karena itu nubuat-nubuat tentang peristiwa penggenapan
agung di masa depan, berkaitan dengan bukti nyata tentang kerajaan Allah yang
sudah datang saat itu. Matius hanya menulis kalimat Kerjaan Allah hanya
sebanyak lima kali sedangkan terminologi kerajaan sorga sebanyak 33 kali.
Kerajaan Allah bersifat dimensi presentis futuris. Kerajaan Allah bersifat
kekinian dan masa yang akan datang. Wujud kerajaan Allah menurut Matius adalah
nyata dalam Yesus yang mana kerajaan Allah diidentikkan dengan kebenaran.
Menurut
Markus pemberitaan kerajaan Allah sangat
sentral dan tegas, wujud kerajaan Allah dikaitkan dengan susasana, dan suasana
itu dikaitkan dengan kemuliaan Allah. Sedangkan Lukas menggunakan kerajaan
Allah dan kerajaan. Makna kerajaan Allah dalam Injil Lukas nyata dalam tindakan
pembebasan. Juga bersifat presentis futuris.[1]
Yang menjadi
refleksi bagi saya bahwa melalui penjelasan tersebut saya mendapat pengertian
bahwa kerajaan sorga itu mengenai suasana, ternyata sorga itu terdapat di dunia
ini, di antara kita dan juga sorga yang akan datang. Sorga yang dimaksud adalah
ketika kita mengalami pembebasan dari belenggu, sukacita, dan lain-lain.
Sebagai orang
yang sudah dibebaskan dari maut, hendaklah kita menciptakan kerajaan sorga di
tengah-tengah umat manusia, kiranya kita dapat menciptakan sukacita kepada saudara-saudara
kita dengan cara membebaskan mereka dari kemiskinan, kemunduran mental, dari
tekanan batin akibat stress oleh perkembangan kemajuan teknologi.
[1]
George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian
Baru Jilid I, (Bandung: Yayasana Kalam Hidup, 2002), 42-52
No comments:
Post a Comment